Doktrin Almahdi

Dalam eskatologi[1] Islam, Almahdi dipercaya sebagai seseorang yang akan datang memimpin umat Islam universal membawa kedamaian, menegakkan keadilan,  selama 7 atau 17 tahun sebelum hari kiamat bersama dengan Yesus. Namun siapakah Al Mahdi tersebut?, ini yang menjadi perdebatan panjang dikalangan umat Islam, bukan hanya di antara Sunni dan Syi’ah yang merupakan dua mainstream[2] terbesar, tapi di kalangan Sunni sendiri terdapat perbedaan, terutama antara Salafi, Sufi, dan Islam Moderat. Dalam Syi’ah pun demikian berbeda antara Syi’ah Isna ‘asyariyah dan Syi’ah Isma’iliyah.


Perbedaan tersebut pada umumnya berkisar tentang sipakah sebenarnya Almahdi yang akan turun ke bumi ini, apakah doktrin ini merupakan sentral ide (ushuly) dalam teologi; dengan arti bahwa seseorang bisa dianggap keluar dari Islam bila mengingkarinya. Doktrin ini begitu rentan perbedaan karena sumber riwayat yang dipakai Syi’ah berbeda dengan sumber riwayat yang dipakai Sunni, baik riwayat sejarah, maupun riwayat hadist.

DR. Adab Mahmud Alhamsy mencatat ada lebih dari 72 penelitian sampai tahun 2000 Masehi, termasuk di antaranya ditulis untuk mendapatkan gelar profesor, ini menunjukkan bahwa doktrin Al Mahdi ini masih menarik untuk diteliti dan mungkin selamanya akan menjadi perdebatan yang tidak akan pernah selesai.

Dalam artikel yang sederhana ini, penulis akan mencoba mengulas doktrin Almahdi dalam lintas aliran Islam, bahkan dalam lintas Agama, terutama dalam agama Nasrani dan agama Yahudi, juga akan mencoba membandingkannya dengan ajaran-ajaran lokal  terutama di Indonesia.

a.       Dalam pandangan Syi’ah

Fenomena Al-mahdi menjadi fakta menarik di kalangan Syi’ah, pun mereka berbeda siapa sesungguhnya Almahdi itu. Syi’ah Isna‘Asyariyah, yang merupakan Aliran Syi’ah terbesar di negara Iran meyakini bahwa Muhammad bin Al Hasan (lahir 869 M; 255 H, meninggal 874 M; 260 H) adalah seorang Al Mahdi Al Muntadhar, dia adalah imam yang kedua belas setelah Hasan bin ‘Ali Al ‘Askary (846-874 M ; 232-260 M) yang merupakan ayahnya, ibunya Narjis adalah seorang puteri kerajaan Bizantium yang menjadi budak. Di usia 5 tahun, Muhammad bin Al Hasan sempat menghilang selama 67 tahun, yang kemudian diangkat oleh Allah SWT, dan akan turun kembali diwaktu yang hanya Allah yang mengetahui waktunya. Mereka menamakan hilangnya yang pertama dengan ghaibah sughra, sedangkan hilangnya yang kedua dinamakan ghaibah kubra. Sementara Syi’ah Kaisaniyah menganggap Muhammad bin Hanafiyah, putera Ali bin Abu Thalib adalah Al Mahdi. Dan yang terakhir, Syi’ah Ismailiyah menggap Isma’il bin Ja’far Asshadiq sebagai Al-Mahdi.

Wacana Almahdi dalam ajaran Syi’ah bukan sekadar kabar baik - yang menenangkan seorang muslim seperti pandangan sebagian Sunni - yang datang dari Rasulullah, bukan pula hanya sekadar kabar baik dari Rasulullah bahwa suatu hari nanti akan datang salah satu keluarga Nabi yang akan membawa keadilan dan membebaskan umat Islam dari tirani, dan bukan juga hanya sekadar teologi partikular/cabang (far’iyyah) sebagaimana dalam Sunni; Wacana almahdi menurut Syi’ah adalah teologi sentral dan berkaitan erat dengan konsep imamah, dan keimanan akan turunnya Almahdi sebelum hari kiamat dinamakan konsep raj’iyyah.

Perbedaan tokoh Almahdi antara Sunni dan Syi’ah itu sangatlah wajar, mengingat sumber riwayat sejarah maupun riwayat hadist sangat jauh berbeda dengan Sunni, dan ini berlaku untuk wacana-wacana lainnya, baik berupa teolgi, fikih, dan bahkan mu’amalah[3].

b.      Dalam Pandangan Sunni

Walaupun para orientalis mendasarkan teologi almahdi ini khusus kepada kelompok Islam Syiah, namun dalam Sunni sendiri ternyata memberikan perhatian yang tidak kurang terhadap doktrin ini, Sebagian ulama Sunni telah mengupas wacana almahdi ini sampai menyebutkan namanya almahdi, nasab, tempat munculnya, tanda-tanda yang mendahului kemunculannya, tanda-tanda yang mengiringi kemunculannya, dan realita pada masa kemunculannya seperti turunnya Isa Almasih, terbunuhnya Sufyani, terbunuhnya Dajjal, dan masa kepemimpinannya.

Dalam riwayat-rawayat yang ditulis oleh ulama-ulama Syafi’iyyah, Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, Sufiyyah, dan salafy – dengan sedikit perbedaan-perbedaannya – bahwa Almahdi adalah Muhammad bin Abdullah, dari keturunan Hasan bin Ali bin Fatimah puteri Nabi SAW, akan turun membawa kedamaian dan keadilan di masa keterpurukan Islam ketika kedhaliman dan dosa telah memenuhi bumi ini  bersamaan dengan Isa Al Masih, yang kemudian Isa Al Masih membunuh Dajjal di di pintu Ludda di Palestina, dan Sufyani terbunuh di dekat sebatang pohon di Ghuthah di Damaskus Syiria, Almahdi dan Isa Al Masih akan memimpin umat manusia selama lima, tujuh, atau Sembilan tahun.

Demikian gambaran Almahdi secara umum menurut Sunni, namun itu bukan berarti  seluruh ulama Sunni berpandangan sama seperti itu, sebut saja Salafi dan Non-Slafafi mempunya pandangan yang berbeda, demikian juga ulama Sufi, ulama moderat, dan ada beberapa ulama Sunni yang bahkan mengingkari turunnya Almahdi ke muka bumi ini.

Menurut kelompok Sunni Salafy – dalam hal ini kita mengutip pendapat Syekh Abdul ‘Aziz bin Baz dan Syekh Nashiruddin dari Albania – mempercayai akan turunnya Almahdi adalah wajib hukumnya karena itu merupakan bagian dari keimanan terhadap hal yang ghaib, dan hadist-hadist mengenai Almahdi adalah hadist-hadist yang mutawattir.

Sementara dari kalangan Sufi seperti Syekh Muhammad Mahmud Al Jamid Al Hamawi mengatakan bahwa menunggu Al Mahdi bukanlah sebuah bid’ah dalam agama, dan menurutnya bukanlah termasuk hal yang santun untuk terus menerus meneliti kesahihan riwayat-riwayat yang berkenaan dengan Al Mahdi ini, karena khabar tentang Al-Mahdi merupakan khabar ghaib yang disampaikan kepada nabi sebagai tanda kekhususan kenabiannya.

Menarik untuk sedikit diulas di sini, bahwa Ahmad Amin adalah salah satu dari sekian tokoh yang mengingkari turunnya Almahdi dari kalangan Sunni, dia menyimpulkan bahwa pemikiran Almahdi muncul dari keterpurukan Syi’ah dalam bidang politik, social, dan keagamaan, Syi’ah lah yang pertama kali memunculkan pemikiran ini di masa Muawiyyah ketika mereka terus-menerus diburu, yang kemudian memaksa Muawiyyah memunculkan wacana Sufyani sebagai Almahdi dari kalangan Muawiyah. Ahmad Amin juga berpandangan lebih jauh bahwa pemikiran Almahdi pada dasarnya berakar dari pemikiran Yunani, dimana mereka akan memfokuskan kenikmatan di alam pikiran ketika gagal menikmati kehidupan dalam alam realita, dan ini  adalah bagian dari filsafat stoikisme. Adapun hadist-hadis yang meriwayatkan tentang almahdi dianggapnya sebagai khurafat belaka.[4]

Dan terakhir dalam Sunni, sepertinya tidak lega bila kita tidak mengutip salah satu ulama Azhar tentang Almahdi, Syekh ‘Athiyyah Soqor berpandangan bahwa – sebagaimana Ibnu Khaldun – Alqur’an tidak pernah menyebutkan kedatangan Almahdi dengan jelas, begitu juga tidak ditemukan hadist shahih yang dengan jelas menyebutkan kedatangan Almahdi, kecuali beberapa hadist yang menyiratkan secara umum; oleh karena itu keimanan terhadap turunnya Almahdi adalah bukan sesuatu yang wajib atau ushuly dalam akidah, siapapun boleh meyakininya atau tidak, walaupun turunnya Almahdi dalam teologi itu adalah bukan sesuatu yang tidak mungkin, mungkin saja. Yang tidak benar adalah memaksa orang lain untuk meyakinnya atau memaksa untuk tidak meyakinnya[5].

c.       Dalam Pandangan Orientalis

Para ilmuan barat yang menghabiskan waktunya untuk meneliti peradaban Timur, atau yang disebut sebagai orientalis, berpandangan bahwa wacana Almahdi adalah wacana universal, bukan hanya terbatas pada umat Islam – lebih khusus Syi’ah – saja, tetapi hampir semua agama baik agama langit ataupun kearifan lokal mempunya ajaran yang mirip dengan konsep almahdi. Dalam Agama Yahudi dikenal dengan sosok  messiah  sebagai pembebas atau penebus, yang akan menghapus seluruh dosa-dosa umat Yahudi sebelum hari akhir, dalam agama nasrani dikenal dengan kristus yaitu Isa/Yesus yang akan datang ke bumi sebagai juru penyelamat umat Nasrani, jauh beberapa abad yang lalu, kelompok nasrani Ahbas menganggap rajanya Theodor akan lahir kembali menjadi juru penyelamat. Dalam peradaban Mongol, raja Ghengis Khan/Timur lang berjani akan kembali ke dunia sesaat sebelum meninggal untuk menyelamatkan rakyatnya dari penguasa China yang lalim. Dalam legenda Persia, penganut Zoroastrianisme menganggap Archibald tidak pernah meninggal, melainkan menghilang dan akan kembali sebagai pembawa keselamatan penganutnya. Ignác Goldziher, seorang orientalis Yahudi berpendapat bahwa akar pemikiran Almahdi dalam Islam sejatinya berasal dan berakar dari pemikiran Yahudi, dimana Umat Yahudi berkeyakinan bahwa nabinya Elias tidak pernah mati melainkan diangkat ke langit oleh Tuhan dan akan turun kembali sebagai juru selamat umat Yahudi, lebih-lebih dia menyimpulkan bahwa munculnya pemikiran Almahdi dalam ajaran Syi’ah itu di picu oleh ketertindasan yang diterima Syi’ah dari penguasa Muawiyah[6].

d.      Dalam pandangan Yahudi

Almahdi dalam ajaran yahudi adalah messiah, messiah merupakan pembersih dosa dan dia akan turun ke bumi menjadi raja bagi bani Israil, dan tentu harus dari keturunan raja Dawud, akan menyatukan keturunannya (asbath). Masa turunnya messiah ini mereka namakan messianic age,  dimana kedamaian akan terwujud, tanpa perang, dan tanpa kemiskinan. Masa turunnya messiah diyakini sekitar 6000 tahun sebelum berakhirnya dunia, jika sekarang tahun 2012 maka turunnya messiah diperkirakan pada tahun 5768 masehi. Mereka menunggu messiah sebagai utusan tuhan, bukan anak Tuhan, bukan pula Tuhan itu sendiri.

Itulah teologi umum tentang messiah dalam ummat Yahudi, namun demikian dalam beberapa hal mereka berbeda pandangan terutama antara Yahudi Ortodok, Konservatif, dan Yahudi Reformis.

e.       Dalam pandangan Nasrani

Dalam agama Nasrani, Yesus/Isa dianggap sebagai messiah, ‘messiah’ yang merupakan bahasa yahudi diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai Christ, dalam bahasa Yunani ‘khristos’, dan dalam bahasa Indonesia ‘kristus’,  semua kata ini berpadanan dengan kata Mahdi dalam bahasa Arab. Yesus dipercaya akan turun di Bethlehem yang merupakan tempat kelahirannya, akan melakukan rekonsiliasi dengan Tuhan, memerangi setan, Yesus akan memimpin dan mengadili seluruh umat manusia di dunia dan dia mulai dari Bethlehem, Israel.

Isa dipercaya sempat bangkit selama 40 hari kemudian diangkat ke langit oleh TUhan dan akan turun kembali mengadili umat manusia[7].

f.       Dalam cerita rakyat Indonesia

Dalam cerita rakyat Indonesia dikenal nama Ratu Adil, Ratu Adil sejatinya adalah tokoh messiah dalam cerita rakyat Indonesia yang mirip dengan Almahdi dalam Islam, messiah dalam Yahudi, dan Kristus dalam Kristen. Ratu Adil oleh sebagian rakyat Indonesia dipercaya akan membangun perdamaian universal dan keadilan dengan tokoh yang mirip, seperti Raja Arthur dalam cerita rakyat Eropa. Ratu Adil pertama kali disebutkan dalam Joyoboyo Pralembang, berupa himpunan babat yang dianggap berasal dari Raja Joyoboyo Kediri.

Babat ini memprediksikan bahwa Ratu Adil pada awalnya adalah seorang yang miskin dan tidak dikenal yang kemudian naik tahta dan memerintah. Pada masa awal kemerdekaan, wacana ini sempat muncul dan dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh nasional ketika itu, pada waktu itu Soekarno dianggap oleh sebagian orang sebagai Ratu Adil.

Dalam perjalanan sejarah Indonesia modern, Sultan hamengkubuwono IX. Pangeran Diponegoro, dan yang terakhir adalah Gusdur dianggap sebagai Ratu adil oleh sebagian rakyat Indonesia[8].

Penutup

Doktrin mesianik adalah doktrin penting dalam peradaban manusia, lintas agama, lintas bangsa, dan lintas masyarakat. Artikel sederhana ini hanya sebagai contoh yang jauh dari sempurna, semoga bermanfaat, dan bias memicu teman-teman TC untuk terus belajar menulis.


[1] Eskatologi adalah cabang dari ilmu teologi, filsafat, dan futurologi yang membahas tentang akhir kejadian manusia dalam sejarah seperti pembahasan hari kiamat dalam Islam.
[2] Mainstream adalah kalangan mayoritas dalam pemikiran; kultur terpopuler
[3] Adab Mahmud Al-Hamsy, Almahdi Almuntadhar, hal. 405, Dar Fath (Oman: 2001)
[4] Ahmad Amin, Dhuha Islam, juz 3, hal. 173, Dar Kutub Ilmiyyah, (Beirut: 1971)
[5] Adab Mahmud Al-Hamsy, hal. 227
[6] Husain Jihad Al Hasani, Majalah Yanaabi, edisi 19, hal. 22 (Yaman: 2007)
[7] Muhammad Abu Zahro, Muhaadharaat fi Al Nashraniyah, hal. 103, Dar Fikr Arabi (Cairo: 2006)
[8] Ratu Adil. (2012, January 10). In Wikipedia, The Free Encyclopedia. Retrieved 17:08, March 23, 2012, from http://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Ratu_Adil&oldid=470683134

About This Blog

  © Blogger template Writer's Blog by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP