Israel-pun Membuat Mereka Ingin ber-Khilafah

Diantara isu yang menarik organisasi ini adalah perseteruan tokoh-tokoh Hizbuttahrir dan tokoh-tokoh Wahabi Saudi Arabia, para tokoh Hizbuttahrir menganggap bahwa salah satu penyebab runtuhnya Khilafah Islamiyah di Turki adalah karena Mohammad abdul Wahab memberontak dan memisahkan diri dari Turki, yang kemudian ini mempunyai efek yang buruk terhadap wilayah-wilayah lain di sekitarnya untuk memisahkan diri.


Berawal dari kekecewaan terhadap sikap Ikhwanul Muslimin Mesir yang mencoba bersikap demokratis terhadap mandatoris Palestina, Taqiyuddin An Nabhani keluar dari oganisasi dan mendirikan masa sendiri di bawah prinsip dan idiologinya yang diberi nama Hizb al-Tahrir. Itu terjadi pada tahun 1952, empat tahun setelah negara Israel berdiri, empat tahun bangsa Palestina bermula hidup dalam peperangan yang tidak pernah berakhir.

Cucu dari qodhi Palestina itu berpandangan bahwa Islam tidak akan bangkit dari keterpurukan kecuali di bawah satu panji Islam, satu khalifah, dan satu syariah. Bukan hanya wihdatul ummah tetapi juga wihdatuddaulah. Idiologi ambisius an-Nabhani justru bertolak belakang dengan arus nasionalisme bangsa-bangsa Islam di dunia waktu itu, namun tetap saja masih mendapat simpatisan dari orang dan golongan yang merasa berpikiran sama.

Sistem Khulafaurrasyidin dianggapnya sebagai satu-satunya sistem politik dan bernegara dalam Islam, bukan monarkis absolut, bukan imperialis, bukan demokratis, bukan republik, apalagi komunis dan sosialis. sistem kehidupan islam adalah sistem islam itu sendiri yang bukan inovasi manusia, melainkan sistem tuhan yang tidak ada kekurangan.

Pemberlakuan syari’at islam dalam berbagai aspek kehidupan merupakan unsur terpenting dam cita-cita Hizbuttahrir ini, mereka berpandangan bahwa syariat Islam tidak bisa di aplikasikan setengah-setengah, tetapi harus seutuhnya tanpa kecuali, dan itu tidak mungkin terealisasi tanpa berdirinya khilafah Islam.

Melemahnya umat Islam beberapa abad terakhir ini menjadi lahan basah untuk menggadang-gadang idiologi mereka ini, sembari berkata bahwa umat islam kalah dalam berbagai aspek kehidupan dibanding negara-negara barat dikarenakan bangsa muslim terpecah-pecah dalam bingkai nasionalisme negaranya masing-masing.

Memang founding futher hizbuttahrir ini lulusan universitas al-Azhar Mesir, dan memang juga merupakan mantan aktifis ikhwanulmuslimin yang lahir dan bermarkaz besar di mesir, tetapi bukan berarti dia dan gerakannya diterima oleh pemerintahan republik arab mesir dengan ramah. Pada tahun 1974 M, Hizbuttahrir resmi di bekukan karena dianggap akan mengkudeta pemerintahan yang sah.

Diantara isu yang menarik organisasi ini adalah perseteruan tokoh-tokoh Hizbuttahrir dan tokoh-tokoh Wahabi Saudi Arabia, para tokoh Hizbuttahrir menganggap bahwa salah satu penyebab runtuhnya Khilafah Islamiyah di Turki adalah karena Mohammad abdul Wahab memberontak dan memisahkan diri dari Turki, yang kemudian ini mempunyai efek yang buruk terhadap wilayah-wilayah lain di sekitarnya untuk memisahkan diri.

Taqiyyuddin an-Nabhani sepertinya prustasi terhadap apa yang terjadi di dalam bangsanya, mereka dijajah oleh Zionis, namun apa daya mereka tidak bisa melawan kekuatan Israel yang dibantu oleh Inggris dan Amerika. Mungkin dia berfikir; seandainya umat Islam bersatu di bawah satu komando untuk melawan kekuatan militer Israel maka ceritanya akan berbeda, tapi sayang umat Islam sudah terpecah-pecah menjadi negara yang terpeta-petakan didalam bingkai nasionalisme. oleh karena itu dia menggagas kembali ide khalifah sebagai alternatif solusinya.

Alangkah lebih baiknya kita sedikit menengok negara-negara arab sekitar palestina, dan apa sikap mereka terhadap kolonialisme israel. Kita lihat saja Mesir, Mesir memang membantu dan menurunkan jumlah pasukan dalam perang tahun 1948, namun usaha itu dilakukan demi tanah Gaza yang merupakan bagian teritorialnya. Kemudian kita lihat saja Yordania, memang mereka mengirim jumlah pasukan dalam perang tersebut juga, namun, lagi-lagi itu demi sugai Yordan yang mengalir ke tanah Israel, demikian halnya Syiria yang bercampurtangan dalam perang itu demi pegunungan Golan di selatan. Saya tidak mengatakan bahwa ketiga negara itu tidak mempunyai rasa simpati terhadap muslim palestina, tetapi peperangan yang terjadi pada masa setelahnya menunjukan bahwa ke tiga negara itu mempunyai kepentingan nasionalnya masing masing yang lebih di banding negara Iran, Iraq, Turki, Saudi Arabia. Kehidupan muslimin masa itu lebih memprioritaskan kepentingan nasionalnya masing-masing, dan menempatkan kepentingan uman transnasional sebagai prioritas kedua bahkan kedua.

Maka dari itu, wajar saja kalau Taqiyyuddin kekeh untuk terus berjuang mendirikan khilafah islamiyah multi nasional di bawah satu pemimpin yang bernama khalifah.

About This Blog

  © Blogger template Writer's Blog by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP